SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI AKUSTIK KELAUTAN
SEJARAH
DAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI AKUSTIK SECARA GLOBAL MAUPUN DI INDONESIA
by ahmadsulthannuriy
A.
Definisi Akustik
Akustik Kelautan yang dalam bahasa
Inggrisnya disebut “Marine Acoustics”, adalah teori tentang Gelombang
suara/akustik dan perambatannya di air laut. Dengan demikian, dalam Akustik
Kelautan ini proses pembentukan gelombang suara sifat-sifat perambatannya,
serta proses-proses selanjutnya hanya dibatasi pada, medium air laut, bukan air
secara keseluruhan seperti halnya pada Akustik Bawah Air (Underwater Acoustics).
Akustik
kelautan merupakan satu bidang kelautan yang mendeteksi target di kolom
perairan dan dasar perairan dengan menggunakan suara sebagai mediannya. Akustik
kelautan merupakan teori yang membahas tentang gelombang suara dan
perambatannya dalam suatu medium air laut.
Akustik
dibagi menjadi dua macam, yang pertama yaitu akustik pasif merupakan suatu aksi
mendengarkan gelombang suara yang datang dari berbagai objek pada kolom
perairan, biasanya suara yang diterima pada frekuensi tertentu ataupun
frekuensi yang spesifik untuk berbagai analisis.
Sedangkan akustik aktif memiliki
arti yaitu dapat mengukur jarak dari objek yang dideteksi dan ukuran relatifnya
dengan menghasilkan pulsa suara dan mengukur waktu tempuh dari pulsa tersebut
sejak dipancarkan sampai diterima kembali oleh alat serta dihitung berapa
amplitudo yang kembali. Akustik aktif memakai prinsip dasar SONAR untuk
pengukuran bawah air.
Metode
akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan
mempertimbangkan proses-proses perambatan suara, karakteristik suara, faktor
lingkungan, dan kondisi target. Kelebihan dari metode akustik ini, yaitu
berkecepatan.tinggi, estimasi stok ikan secara langsung, dan memproses data
secara real time, tepat, dan akurat.
Hal-hal yang mendasari kita
mempelajari akustik kelautan adalah laut yang begitu luas dan dalam (dinamis),
manusia sudah pernah ke planet terjauh tetapi belum pernah ke laut terdalam,
sehingga dibutuhkannya alat dan metode untuk melakukan pendeskripsian kolom dan
dasar laut, dan saat ini metode yang paling baik adalah dengan menggunakan
akustik.
B.
Sejarah perkembangan akustik
Walaupun
pengukuran kecepatan suara telah dilakukan sejak tahun 1927 oleh, ahli Fisika Swiss
dan ahli Matematika Perancis, tetapi secara komersial Akustik Kelautan mulai
dikembangkan oleh Inggris pada Perang Dunia II Pada permulaan Perang Dunia II
tersebut, diketemukanlah ASDlC (Anti Submarine Detection Investigating
Committee), suatu instrumen akustik yang digunakan untuk mendeteksi kapal selam
(submarine) (Urick, 1983).
Untuk
tujuan-tujuan
damai, khususnya dalam eksplorasi dam eksploitasi sumberdaya
hayati laut, baru dilakukan setelah Perang Dunia III. Secara garis besar sampai
dekade (dasawarsa 80-an), kiranya dapat kita catat beberapa kemajuan penting
yang telah dicapai oleh para ahli Akustik Kelautan seperti tertera berikut ini.
1.
Dekade 1945 - 1955
Pada periode ini, pengalaman pendeteksian ikan yang
diperoleh sebelumya (khususnya oleh ahli Norwegia yang bernama Sund, 1935)
mulai dimanfaatkan untuk membantu pemenuhan permintaan akan pangan dan protein.
Kemudian pada tahun 1950, seorang ahli Norwegia juga (Devold) berhasil
mendeteksi dan melokalisir gerombalan ikan Atlanto scandian herring yang sedang
Mencari ikan. Selanjutnya pada musim dingin 1950-1951, Devold berhasil juga
mendeteksi gerombolan ikan herring dewasa yang akan melakukan pemijahan.
Setelah alat pendeteksian akustik menjadi alat baku (standard), bukan saja
untuk kapal-kapal peneliti perikanan tetapi juga untuk armada penangkapan, ikan
(fishing fleets, terutama oleh negara-negara Scandinavia dan Uni Soviet.
2.
Dekade 1955 - 1965
Pada permulaan periode ini berkat pengembangan daerah
penangkapan ikan misalnya dengan ditemukannya sistem-upwelling di dunia, maka
produksi ikan sangat meningkat. Oleh Perserik.atan Bangsa bangsa PBB dimulailah
dibuat proyek, pengembangan di Somalia, kemudian dengan cepat disusul oleh
negara-negara penangkap ikan yang memiliki penangkapan ikan jarak jauh
(long-distance fleets) seperti Jepang dan Uni Soviet. Ekspansi tersebut pads
prinsipnya adalah berkat peningkatan penggunaan instrumen pendeteksian ikan
baik horizontal (sonar) maupun vertical (echo sounder). Beberapa negara maju
secara berlomba-lomba membuat instrumen kelautan tersebut, yakni Norwegia,
Inggris Perancis, Amerika, Jerman, Jepang dan Uni Soviet. Kuantifikasi dari pendugaan
stok ikan dilakukan dengan melihat echogram, sehingga hanya bisa menentukan
saat-saat yang tepat untuk mengoperasikan alat penangkapan ikan.
3.
Dekade 1965 - 1975
Pada
permulaah periode ini, produksi ikan dunia mulai merosot sehingga penangkapan ikan harus dilakukan dengan
hati-hati dengan memperhitungkan kemelimpahan stoknya. Dengan demikian, maka
mulailah dikembangkan metode akustik untuk “stock assessment” dalam rangka
manajemen stok ikan yang bersangkutan.
Dalam
periode ini mulai dikembangkan "pulse counter'' oleh Inggris untuk
menghitung jumlah individu target (ikan). Selanjutnya oleh Norwegia diketemukan
"Analog Echo Integrator" untuk menghitung total biomass dari suatu
perairan, yang disursvai yang kemudian dikenal dengan nama SIMRAD QM-Echo
Integrator. Ternyata kemudian analog echo integrator ini relatif mahal untuk
diproduksi. secara komersial dan sangat sulit untuk dikalibrasi yakni untuk
mengkonversi nilai integrasi echo menjadi estimasi biomass.
Dengan adanya berbagai kesulitan tersebut, Amerika
(University of Washington di Seattle) mulai meneliti dan mengembangkan “digital
echo integrator”. Terobosan ini dimungkinkan karena diketemukan alat pemrosesan
sinyal (echo signal processor) yang baru dan berkat bantuan teknologi
komputerisasi, khususnya minicomputer. Selanjutnya untuk pengukuran in situ
target strength, oleh ahli fisika & matematika Amerika (Ehrenberg)
diketemukanlah “dual-beam acoustic system” yang kemudian disusul dengan
dikembangkannya “towed-underwater vehicle” yang selanjutnya menjadi keunggulan komparatif
dari produksi Amerika.
4.
Dekade 1975 - 1985
Walaupun
ide “split-beam system” pertama kali ditemukan di Amerika, tetapi untuk
penerapan teknologinya dikembangkan oleh Norwegia yakni dengan diproduksinya “SIMRAD
split-beam acoustic system”. Sistem ini yang merupakan keunggulan teknologi
yang dimiliki Norwegia sebenarnya merupakan pengembangan dari “SIMRAD QD-Echo Integrator”
(digital echo integrator) yang memiliki kelemahan dalam mendapatkan nilai “in
situ target strength”. Jadi jelaslah bahwa kalau di Norwegia pengembangan
“scientific echo sounder” dipusatkan pada “split- beam acoustic system”, maka
di Amerika pengembangan di fokuskan pada “dual-beam acoustic system” yang
secara “real time” dapat menghitung nilai target strength (TS), volume
backscattering strength (SV), dan kemudian biomass atau jumlah ikan.
Jepang-pun tidak tinggal diam dalam rangka inovasi teknologi
canggih di bidang akustik kelautan ini yakni dengan diketemukannya
"frequency-diversity acoustic system”dan quasi-ideal-beam acoustic
system". Sistem yang pertama dikembangkan oleh Japan Radio Company (JRC),
sedangkan sistem yang kedua dikembangkan oleh FURUNO dan akhir-akhir ini secara
teknologi Memiliki kedudukan yang sejajar dengan "dual-beam acoustic system"
America dam "split-beam acoustic system'' Norwegia.
C.
Manfaat Teknilogi Akustik Secara Global
1.
Teknologi Akustik Kuak Rahasia Dasar Laut
Hasil penelitian
Prof Indra Jaya, Guru Besar FPIK-IPB Bogor mengungkapkan bahwa dari
ketinggian ribuan kilometer di atas permukaan bumi, dengan bantuan satelit,
kita dapat memotret kepulauan Indonesia dan dapat segera terlihat bahwa 70
persen permukaan kepulauan tersebut merupakan bentangan laut. Demikian
dominannya laut dalam konstalasi geografi Indonesia sehingga bentang kepulauan
Indonesia yang luas ini merupakan sebuah benua maritim. Namun laut bukan suatu
bidang datar melainkan ruang 3-dimensi yang kompleks, dengan dimensi vertikal
(kedalaman) bervariasi dari perairan dangkal dengan kedalam perairan beberapa
meter ke perairan laut dalam dengan kedalaman ratusan bahkan ribuan meter.
Penetrasi energi cahaya matahari hanya dapat menjangkau “lapisan kulit
permukaan” dari laut saja; demikian pula energi yang dipancarkan dari satelit
untuk memotret laut hanya dapat menembus sebagian kecil dari kedalaman
laut.Dengan demikian, sebagian besar merupakan laut kita merupakan ruang yang
gelap gulita.
Untuk
mengetahui obyek apa saja yang ada atau proses apa saja yang terjadi di laut,
dari permukaan sampai ke dasar laut, digunakan teknologi akustik bawah air.
Melalui teknologi ini dapat di ketahui obyek apa saja yang ada (misalnya ikan,
mamalia laut, vegetasi bawah air, deposit mineral di dasar laut), berapa
jumlahnya, kepadatannya, pada kedalaman berapa. Demikian pula dengan proses
yang ada dalam laut, misalnya pergerakan massa air (arus), besar dan arah
kecepatan arus dari waktu ke waktu dapat dipantau dan diketahui dengan bantuan
teknologi akustik.
2.
Teknologi Akustik Bawah Air
Teknologi
akustik bawah air memanfaatkan sifat gelombang suara yang merambat sangat baik
dalam medium air. Dalam air laut yang bersifat konduktif dan keruh kebanyakan
gelombang elektromagnetik (gelombang cahaya dan radio) akan berkurang energinya
(teratenuasi) dengan cepat dalam jarak beberapa ratus bahkan puluh meter saja.
Jika penetrasi cahaya praktis hanya dapat mencapai beberapa puluh meter di
bawah lapisan permukaan, maka gelombang suara dapat mencapai dasar laut sampai
kedalaman ribuan meter. Selain itu gelombang suara dapat merambat dalam
air puluhan ribu meter melintasi samudera luas.
Teknologi
akustik bawah air menggunakan instrumen yang dilengkapi dengan transduser,
piranti yang dapat mengubah energi listrik menjadi energi mekanik dan
sebaliknya, sehingga dapat memancarkan dan menerima suara. Instrumen akustik
berkembang seiring dengan perkembangan ilmu bahan, yang menghasilkan
transduser berkualitas.Pada awalnya transduser dibuat dari bahan kuartz
elektrostriktif kemudian digantikan oleh magnetostriktif yang berbahan dasar
nikel, dan akhirnya berbahan piezoelektrik. Selanjutnya, transduser berberkas
gelombang suara tunggal (single-beam) berkembang menjadi dual-beam dan akhirnya
split-beam; dari frekuensi tunggal menjadi frekuensi ganda
(multi-frequency). Untuk meningkatkan ketajaman (sensitivitas) deteksi
transduser, dikembang sistem untaian (array) yang merajut rangkaian transduser
tunggal menjadi satu kesatuan dan kemudian diikuti dengan pengembangan
teknologi pembentukan berkas gelombang (beamforming). Demikian pula dari sisi
pemindaian (scanning), telah dikembangkan side scan sonar. Gabungan dari
frekensi berganda dan sistem side scan ini melahirkan sistem berkas gelombang
suara berganda (multibeamsystem) yang sangat tajam mendeteksi kontur dasar
perairan.
Instrumen
akustik mulai dikembangkan pada akhir abad ke 19, jadi sudah lebih dari seabad,
dan menjadi instrumen yang handal dalam bentuk echo-sounder sekitar 1925.
Perkembangan yang nyata dicapai selama Perang Dunia II, terutama dipicu oleh
perang bawah air (kapal selam). Seiring dengan perkembangan elektronika dan
pemrosesan sinyal, berbagai variant instrumen akustik telah dikembangkan untuk
berbagai aplikasi.
D.
Aplikasi Teknologi Akustik
1.
Aplikasi Teknologi Akustik Untuk Pengukuran Kedalaman Laut
Sebagaimana
dikemukakan sebelumnya bahwa suara merambat sangat baik dalam air. Sifat fisik
suara ini dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai keperluan, antara lain untuk
pengukuran ke dalam laut (bathymetri). Pemanfaatan sifat suara pertama kali dan
sampai saat ini paling banyak digunakan untuk aplikasi bawah air adalah untuk
mengukur kedalaman laut. Saat ini hampir semua kapal bermotor dilengkapi dengan
alat pemeruman (echo-sounder) untuk memastikan kapal tidak kandas dengan
memantau secara terus menerus jarak antara lunas kapal dan dasar perairan. Dengan berkembangnya teknik
pemrosesan sinyal, energi suara yang dipancarkan kembali dapat dianalisis untuk
mengetahui karakteristik sedimen dasar laut. Demikian pula dengan terumbu
karang dan vegetasi bawah air yang melekat atau bagian dari dasar laut dapat
dikuantifikasi.
Instrumen akustik untuk eksplorasi dasar laut ini adalah
alat pemeruman (echosounder). Alat ini merekam waktu tunda, antara waktu
pemancaran gelombang suara dengan waktu penerimaan pantulan gelombang suara
dari dasar laut yang diterima oleh transduser, dan dengan mengetahui atau
mengasumsikan kecepatan perambatan gelombang suara dalam air maka dapat
dihitung kedalaman dari hasil perekaman waktu tunda tersebut. Walaupun secara
prinsip pengukuran kedalaman laut ini tampak sederhana, namun dalam prakteknya
tidak demikian. Pancaran gelombang suara yang mengenai dasar perairan dari
alat pemeruman bertransduser tunggal akan mengenai permukaan dasar laut yang
cukup luas.
Untuk dasar laut yang berkontur, kasar atau tidak rata maka
hal ini dapat menimbulkan kegamangan (ambiguity) dalam pengukuran waktu tunda
karena hanya pantulan yang kembali pertama kali yang digunakan dalam
perhitungan kedalaman. Untuk mengatasi masalah ini luas permukaan dasar laut
yang dikenai gelombang suara mesti dibuat lebih kecil atau sempit, misalnya
dengan menggunakan untaian transduser penerima (hydrophone array) yang dapat
memusatkan berkas energi suara yang diterima atau meningkatkan kepekaan
penerimaan pada arah tertentu. Selanjutnya, jika pada masing-masing elemen dari
untaian transduser penerima ini dibuat dapat merekam sendiri-sendiri pantulan
gelombang yang diterima, maka pola kepekaan untaian transduser penerima dapat
diubah dengan mudah dengan cara mengganti parameter pengolahan data yang
direkam.
Dengan kata lain, untaian transduser
penerima dapat diarahkan untuk mengamati sudut datang dari berbagai arah.
Teknik inilah yang kini digunakan pada instrumen akustik Multi Beam Echo
Sounder (MBES), yang merupakan state of the art instrumen survei bathymetri.
Sebagai ilustrasi, dalam suatu survei bathymetri, dengan bantuan MBES, dapat
dihasilkan peta tiga dimensi, dengan lebar sapuan 5-8 kali kedalaman perairan. Untuk
menjangkau berbagai kedalaman laut digunakan frekuensi gelombang suara yang
berbeda-beda, misalnya untuk kedalaman hingga 11.000 meter digunakan frekuensi
yang relatif rendah, yakni 12 kHz, sedangkan untuk perairan dangkal (kurang
dari 200 meter) digunakan 100-500 kHz. Akurasi dari pengukuran adalah sekitar
0,5 persen, atau dalam kisaran sentimeter untuk laut dangkal dan desimeter
untuk laut dalam.
2.
Aplikasi Teknologi Akustik untuk Identifikasi dan
Klasifikasi Sedimen Dasar Laut
Identifikasi dan klasifikasi sedimen dasar laut sangat
penting tidak hanya untuk keperluan pengkajian mineral dasar laut tetapi juga
karena adanya asosiasi sedimen dasar laut dengan biota laut yang hidup di
lingkungan dasar laut, seperti udang, kepiting, kerang-kerangan dan berbagai
jenis ikan demersal.Sewaktu gelombang suara yang dipancarkan oleh instrumen
akustik mengenai dasar laut, sebagian energi gelombang suara tersebut
dipantulkan atau dihamburbalikkan. Besarnya intensitas pantulan suara dari
dasar laut umumnya tergantung pada sudut datang gelombang suara, tingkat
kekerasan (hardness), tingkat kekasaran (roughness) dasar laut, komposisi
sedimen dasar laut dan frekuensi suara yang digunakan.
Akhir-akhir ini, salah satu pemicu
perkembangan dan aplikasi teknologi akustik adalah adanya kebutuhan untuk
pengelolaan sumberdaya laut berbasis ekosistem, dimana diperlukan antara lain
peta klasifikasi sedimen dasar laut. Upaya identifikasi dan klasifikasi sedimen
dasar laut dengan memetakan energi hambur balik akustik telah dilakukan
beberapa peneliti Indonesia dan kompilasi hasil penelitian mengukuhkan bahwa
teknologi akustik sangat potensial dijadikan salah instrumen baku untuk
identifikasi dan klasifikasi sedimen dasar laut.
3.
Aplikasi Teknologi Akustik Untuk Deteksi dan Kuantifikasi
Ikan
Deteksi ikan pertama kali dilaporkan oleh Kimura (1929).
Teknologi instrumentasi akustik mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam 30
tahun terakhir, khususnya perkembangan transduser dari sistem berkas gelombang
tunggal (single-beam), ke dwi (dual-beam) dan terakhir ke berkas gelombang
terbagi (split-beam). Perkembangan transduser yang terakhir ini mampu
mendeteksi posisi dan orientasi ikan tunggal dengan sangat akurat.Dengan
demikian kecepatan dan lapisan renang ikan dapat dihitung dengan akurat pula.
Kemampuan teknologi akustik dalam
mendeteksi posisi ikan tunggal tidak serta merta identik dengan kemampuan
mengidentifikasi individu spesies ikan tersebut. Riset untuk identifikasi
spesies ikan dengan teknologi akustik masih terus berlangsung dan saat ini
hasil terbaik yang telah dicapai adalah dalam tahapan identifikasi spesies
kawanan atau kelompok ikan. Pendugaan stok ikan di daerah tropis merupakan
tantangan tersendiri, lebih kompleks dan rumit karena tingkat keanekaragaman
spesies yang tinggi.Identifikasi kawanan ikan ini perlu dilengkapi dengan
klasifikasi kawanan berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
penentuan identifikasi, dan struktur kawanan yang menggambarkan secara rinci
pembentukan kawanan ikan dalam kolom air.
4.
Aplikasi Teknologi Akustik Untuk Pencitraan dan Penentuan
Posisi Bawah Air
Aplikasi lain adalah pencitraan bawah air dengan side scan
sonar. Aplikasi teknologi side scan sonar digunakan untuk mencari ranjau dalam
operasi militer, khususnya dalam perang bawah air. Adapun untuk aplikasi sipil
(non-militer), antara lain pencarian bangkai kapal tenggelam, arkeologi bawah
air, pemantauan pipa bawah air, penemuan kotak hitam, dan survei dasar laut
yang luas seperti paparan benua. Perkembangan terkini dari teknologi side scan
sonar adalah teknologi synthetic aperture sonar yang memanfaatkan teknik
synthetic array sehingga ketajaman (resolusi) pencitraan dapat meningkat secara
nyata.
Teknologi akustik juga digunakan untuk penentuan posisi dan
navigasi bagi wahana bawah air, seperti kapal selam, autonomous underwater
vehicle (AUV) dan bagi penyelam. Posisi ditentukan dengan mengacu pada stasiun
basis yang memancarkan pulsa akustik (ping), dimana pulsa ini mengaktifkan
transponder dan setelah beberapa saat akan merespon dengan ping lainnya,
biasanya dengan frekuensi yang berbeda yang kemudian diterima di stasiun basis.
Jarak antara stasiun basis ke transponder dapat ditentukan dengan selisih waktu
pemancaran dan penerimaan dan dengan mengetahui atau mengasumsikan kecepatan
suara dalam air.
Apabila transponder ditempatkan pada
dua atau lebih posisi maka posisi dalam ruang tiga dimensi dapat ditentukan
dengan metode triangulasi.Tentunya semakin banyak transponder yang digunakan
semakin akurat posisi yang diperoleh. Perkembangan terkini penentuan posisi
bawah air antara lain meliputi pemanfaatan Long Base Line System (LBL) serta
integrasi GPS dan sistem navigasi inersia untuk meminimalkan jumlah transponder
yang digunakan.
E.
Perkembangan akustik kelautan di Indonesia
Perkembangan akustik kelautan di Indonesia makin intensif
pada decade tahun 70 –an. Pada decade ini, ilmu tentang akustik diterapkan
dalam pendeteksian dan pendugaan stok ikan, yakni dengan dikembangkannya analog
echo-integrator dan echo counter. Perkembangan ilmu tentang akustik ini dapat
di lihat di Negara Inggris dan di beberapa Negara lain seperti Norwegia,
Amerika, Jepang, Jerman dan sebagainya.
Perkembangan selajutnya adalah diketemukannya digital echo
integrator dual beam acoustic system, split beam acoustic system, quasy ideal
beam system dan aneka echo processor canggih lainnya, barulah ketelitian dan
ketepatan pendugaan stock ikan dapat ditingkatkan sehingga akhir-akhir ini
peralatan akustik menjadi peralatan standar dalam pendugaan stock ikan dan manajemen
sumberdaya perikanan.
Pada saat sekarang ilmu akustik di manfaatkan untuk aplikasi
dalam survei kelautan, budidaya perairan, penelitian tingkah laku ikan,
aplikasi dalam studi penampilan dan selektivitas alat tangkap, bioakustik.
Aplikasi dalam survei kelautan, dengan akustik kita dapat menduga spesies ikan
yang ada di daerah tertentu dengan menggunakan pantulan dari suara, semua
spesies mempunyi target strengh yang berbeda-beda. Aplikasi dalam dunia
budidaya untuk pendugaan jumlah ekor, biomass dari ikan dalam jaring/kurungan
pembesaran untuk menduga ukuran dari individu ikan dalam jaring kurungan,
memantau tingkah laku ikan dengan acoustic tagging.
Aplikasi akustik dalam tingkah laku ikan meliputi
pergerakkan migrasi ikan dengan acoustic tagging, orientasi target (tilt
angle), reaksi menghindar terhadap gerak kapal survei dan alat tangkap, respon
terhadap rangsangan/stimuli cahaya, suara, listrik, hidrodinamika, komia,
mekanik dan sebagainya. Aplikasi dalam studi penampilan dan selektivitas alat tangkap
ikan meliputi pembukaan mulut trawl dan kedalaman, selektivitas penagkapan
dengan melihat ukuran ikan target.
Comments
Post a Comment